inversijatim.id- Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial, Prof (HCUA) Dr Sunarto SH MH, dikukuhkan sebagai Guru Besar Kehormatan (Honoris Causa) Fakultas Hukum (FH), Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Pengukuhan berlangsung di Gedung Manajemen dan Rektorat lantai 5 Kampus C MERR Unair Surabaya, Senin (10/6).
Dalam kesempatan ini, Rektor Unair, Prof Dr Mohammad Nasih SE MT Ak, memaparkan bahwa alasan pengukuhan Dr Sunarto, karena salah satu dosen di Unair , dan karya karya yang terpublikasi dan dinilai memenuhi syarat menjadi guru besar.
“Maka, seorang hakim merupakan tugas yang mulia dan sudah sepantasnya mendapatkan reward yang luar biasa, serta sepadan dengan amanah dan tugas yang mereka emban,” ujar Prof Nasih usai saat prosesi pengukuhan.
Prof Nasih menegaskan, seorang guru besar merupakan perihal yang mudah. Sebab, untuk menjabat gelar tersebut perlu keteladanan. Selain itu, seorang guru besar juga harus terus belajar, tanpa mengenal usia atau waktu. Mempertahankan keteladanan juga menjadi tantangan besar selama menjadi guru besar.
“Tentunya, perjalanan yang panjang bagi Prof (HCUA) Sunarto selama 37 tahun. Ia telah berkiprah dan membawa dampak yang besar bagi bidang ilmu hukum di Indonesia. Hal-hal itu harus menjadi contoh untuk generasi mendatang,” ungkapnya.
Menurut Prof Nasih, seorang hakim merupakan tonggak dari sebuah bangsa. Suatu negara dapat dinyatakan tenteram dan sejahtera apabila seorang hakim berlaku tegak lurus dengan kebenaran serta keadilan. Hakim juga memiliki peran strategis dalam penentu masa depan bangsa.
“Karena posisi hakim itu sangat strategis, maka mekanisme pendidikan yang menghasilkan calon-calon hakim harus berkualitas dan relevan. Selain itu, integritas dari seorang hakim dan para pendidik sangat dibutuhkan di dalamnya. Terutama untuk fakultas hukum terbaik pertama di Indonesia,” jelasnya.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Prof (HCUA) Dr Sunarto SH MH menjelaskan, hakim bukan sekadar sosok penentu kepatuhan terhadap undang-undang. Hakim lebih dari itu, dan hakim adalah penjaga keadilan. Menjadi seorang hakim, bukanlah tugas yang mudah. Seorang hakim harus memiliki pemahaman yang mendalam terkait nilai-nilai keadilan.
“Nilai-nilai keadilan bukan semata berasal dari buku-buku ilmu hukum. Akan tetapi, dari pemahaman yang bersumber dari hati nurani paling dalam,” terangnya.
Bagi Prof (HCUA) Sunarto, hukum tanpa adanya keadilan, hanya seperangkat aturan yang kering tanpa ruh di dalamnya. Hakim seyogyanya mampu melihat di luar batas formalitas hukum serta memperhatikan dampak sosial, budaya, dan kemanusiaan dalam mengambil keputusan. Dalam mengambil keputusan, seorang hakim harus menjadi ahli dalam ilmu dan penalaran. “Keadilan tidak mungkin terwujud jika hakim hanya terpaku pada pengetahuan hukum semata. Hakim harus menjadi pembelajar sepanjang hayat, terus-menerus mengasah pengetahuan dalam berbagai disiplin ilmu,” pungkasnya.